Sudah tidak bisa disangkal lagi, mutu pendidikan di Indonesia banyak dikeluhkan berbagai kalangan. Dari tahun ke tahun selalu fasilitas sarana dan pendanaan yang menjadi faktor kendala utama. Dan, ini tentu saja berakibat mutu lulusannya dipertanyakan. Kita mungkin sudah ketinggalan jauh di tingkat regional Asia Tenggara, terutama dari negara Singapura atau Malaysia.
Di tengah keterpurukan soal mutu dunia pendidikan kita, ternyata tidaklah sama dengan tingkat intelegensi manusia Indonesianya. Sejumlah orang Indonesia ternyata banyak yang berotak encer. Mereka bekerja di luar negeri seperti di Eropa, Amerika dan Jepang. Bahkan berhasil menduduki posisi penting.
Di tengah keterpurukan soal mutu dunia pendidikan kita, ternyata tidaklah sama dengan tingkat intelegensi manusia Indonesianya. Sejumlah orang Indonesia ternyata banyak yang berotak encer. Mereka bekerja di luar negeri seperti di Eropa, Amerika dan Jepang. Bahkan berhasil menduduki posisi penting.
Suhendra misalnya. Pria kelahiran Jakarta, 17 November 1975 itu, saat ini bekerja pada Badan Peneliti Jerman, BAM di Berlin. Alumnus Universitas Diponegoro Semarang itu berhasil bekerja sebagai peneliti di Jerman setelah meraih gelar doktor di sebuah univeritas teknik di Jerman. Uniknya, Suhendra yang ahli di bidang metal eksplosif itu membiayai kuliahnya dengan bekerja serabutan dan mengumpulkan botol bekas.
Jabatan yang diraih Andreas Raharso mungkin membuat kita berdecak kagum. Pria berusia 44 tahun itu saat ini menduduki pimpinan atau CEO pada sebuah lembaga riset global Hay Group yang berkantor di Singapura. Hay Group sendiri mempunyai jaringan di hampir belahan dunia dan berkantor pusat di Amerika. Klien dari Hay Group ini kebanyakan adalah para pimpinan dunia seperti Amerika serikat, Perancis dan Inggris. Jabatan yang diraih Andreas Raharso cukup fenomenal, karena merupakan satu-satunya orang Asia yang berhasil menduduki posisi puncak. Selama ini jabatan itu didominasi warga Amerika dan Eropa.
Satu lagi orang Indonesia yang berhasil menduduki posisi penting adalah Profesor Yow Pin Liem. Pria 49 tahun asal Cirebon, Jawa Barat itu adalah pimpinan dan pendiri sebuah perusahaan riset Pro Thera Biologisc di Rhode Island, Amerika Serikat. Di tempat riset Prof Yow ini sudah banyak berkontribusi melakukan penelitian terutama masalah pemahaman seputar molekul kanker dan anthrax.
Barangkali gelar akademis yang diraih Kent Sutanto ini tentulah langka. Pria kelahiran Surabaya 1951 silam itu meraih gelar doktor di Jepang. Tidak tanggung-tanggung gelar doktor yang diraih Kent di negeri sakura itu sebanyak empat gelar dari universitas yang bebeda. Saat ini Kent Sutanto mengajar di Universitas Waseda, kampus almamaternya. Selain itu Kent Sutanto juga sebagai dosen tamu di Universitas Venesia, Italia. Karena otaknya yang cemerlang, pria asal Surabaya yang sudah 35 tahun tinggal di Jepang itu mendapat kepercayaan pemerintah setempat duduk di MITI, semacam Departemen dan Perindustrian Jepang.
Menilik prestasi dan kegigihan orang-orang Indonesia ini memang tidak kalah bahkan setara dengan ilmuwan dunia. Walau kondisi pendidikan di tanah air dirasa masih belum kondusif mereka mampu menembus ruang dan waktu berkiprah cemerlang di tingkat internasional. Mereka mengaku masih betah mengabdi di mancanegara. Mereka belum berniat untuk berkiprah di tanah air, karena mereka trauma ilmu yang mereka raih dengan susah payah itu tidak mendapatkan penghargaan yang selayaknya. ( end )
Maraknya berita kriminalisasi Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK belakangan ini tidak bisa dilepaskan dengan nama Mahfud MD, Ketua Mahkamah Konstitusi. Gara-gara pemutaran rekaman sadapan KPK pada sidang uji materi di MK dan disiarkan terbuka oleh media massa, Mahfud MD banyak disebut orang.
Banyak pihak menilai langkah yang ditempuh MK itu adalah suatu terobosan yang bisa menjadi solusi mendobrak kebuntuan hukum. Namun di pihak lain mempertanyakan langkah MK itu sudah melampauhi kewenangannya.
Namun terlepas dari pro kontra soal pemutaran hasil sadapan itu, Mahfud MD sebagai ketua MK dinilai mampu, setidaknya membuka mata kita. Betapa bobroknya mental oknum aparat penegak hukum kita yang bisa diatur – atur oleh seseorang cukong berduit.
Pasca pemutaran sadapan telepon yang menghebohkan itu, Mahfud MD mengaku tetap tenang dan tidak terancam keselamatannya. Waktu itu ada kabar bahwa petugas yang mengawalnya ditarik ke kesatuannya Polri. Banyak pihak yang mengkaitkan berita itu akibat Polri sakit hati kepada MK karena sangat dirugikan dengan pemutaran sadapan telepon antara Anggodo Wijoyo dengan sejumlah oknum aparat penegak hukum itu. “Tidak benar itu. Hubungan saya dengan Kapolri, Jenderal Bambang Hendarso Danuri baik-baik saja”, kata mantan menteri pertahanan saat Abdurrahman Wahid menjabat sebagai presiden.
Menurut Mahfud, petugas itu mengundurkan diri karena merasa tidak nyaman bertugas di MK. Mahfud mengaku awalnya keberatan dengan pengunduran diri itu, mengingat sudah seperti saudara. “Petugas itu selalu bersama saya. Kemana pun saya pergi dia selalu mengawal saya,” ujar pria yang masih senang mengajar hingga saat ini.
Mahfud MD yang tegas dan lugas ini kadang membuat banyak pihak “gerah”. Tapi menurut pengakuannya selama ia meyakini yang dilakukannya benar maka ia akan tetap berpegang teguh dan terus melangkah.
Selain membahas karut marut dunia hukum di Indonesia, ketika tampil di Kick Andy, pria kelahiran 13 Mei 1957 itu juga mengungkapkan cerita di balik layar ketika menjabat menteri pertahanan semasa cabinet Gus Dur.
Mahfud mengaku, sebenarnya ia tidak sengaja menjabat menteri pertahanan ketika dipanggil ke istana oleh Gus Dur. Waktu itu dikiranya ia ditawari menjabat sebagai menteri pertanahan. Karena ini instruksi dari presiden, ia mengaku tidak enak menolaknya. Namun akibat ia menerima jabatan itu gelombang protes berdatangan mengarah kepadanya. “Waktu itu saya sempat berpikir untuk mundur saja,” kata Mahfud mengenang. Namun ketika Gus Dur berhasil meyakinkannya, niat mundur itu pun diurungkannya.
Masih banyak cerita-cerita yang layak untuk disimak semasa Mahfud MD bersama Gus Dur. Termasuk tuduhan sebagai pembisik Gus Dur untuk mengeluarkan dekrit ketika posisi Abdurrahman Wahid sebagai presiden mulai goyang.
Bukan berat beban yang membuat kita stress, tetapi lamanya kita memikul beban tersebut (Stephen Covey)
Pada saat memberikan kuliah management stress Stephen Covey mengangkat segelas air dan bertanya kepada siswanya. Menurut anda, kira-kira seberapa beratnya gelas air ini? Para siswa menjawab mulai dari 200 gr-500 gr. Ini.bukan masalah berat absolutnya, tetapi tergantung berapa lama anda memegangnya, katanya.
Jika saya memegang selama 1 menit, tidak ada masalah. Jika saya memgangnya selama 1 jam, lengan kanan saya akan sakit. Dan jika saya memegang selama 1 hari penuh, mungkin anda harus memanggil ambulans untuk saya.
Beratnya sebenarnya sama, tetapi semakin lama saya memegangnya, maka bebannya akan semakin berat. Jika kita membawa beban kita terus menerus, lambat laun kita tidak akan mampu membawanya lagi. beban itu akan meningkat beratnya. Apa yang harus kita lakukan adalah meletakkan gelas tersebut.
Istirahat sejenak sebelum mengangkat lagi, kita harus meninggalkan secara periodik
Agar kita lebih segar dan mampu membawanya lagi. Apapun beban yang ada di pundak anda hari ini, coba tinggalkan sejenak jika bisa. Hal terindah dan terbaik di dunia ini tidak dapat dilihat atau disentuh, tetapi dapat dirasakan jauh di relung hati kita.
Start this day with smile and have a good day